By: Lyanda Fitriadhani
Aku adalah seorang murid yang pandai.. Ok, aku berbohong.
Aku adalah seorang murid yang pandai.. Ok, aku berbohong.
Aku adalah seorang murid berotak biasa dari kelas yang biasa. Itu kata
orang, tapi tidak denganku. Benar jika aku tidak jenius, tapi tidak
benar jika kelasku “kelas biasa”. Kenapa aku bisa berpendapat seperti
itu ??
Saat itu kami sedang pelajaran Bahasa Indonesia. Kami mendapat tugas
mebuat “cerita pendek” dimana cerpen itu harus mengandung pengalaman
kami sendiri. Tentu saja kelas pun menjadi gaduh, karena memang tugas
itu hampir tidak melibatkan guru.
“ mmm, apa ya«.??? “ aku meniru gaya bicara seorang balita pada sebuah iklan produk susu.
“ he,he,he,he, hidup Vierra band, Vierra ! “ seorang di sebelahku, Nanda, menimpali.
Aku menatapnya aneh, bukan, menatapnya terpana maksudku. Karena jawaban
Nanda mengecewakanku, hiks, aku pun beralih perhatian pada yang lain.
“ kalian buat cerpen tentang apa ?? “ tanyaku pada dua orang di depan bangkuku.
“ tau ah.. suram. “ si anak berjilbab, Rossy.
“ aku baru beli pensil baru lho, mirip punya Nanda, ungu juga warnanya. “ timpal yang lain, Adela.
Gak nyambung. Jawaban mereka sejenis dengan jawaban Nanda, bukan jawaban
yang ku dambakan. Karena ku kira akan terjadi percakapan panjang,
akhirnya aku memilih diam.
Lima menit kemudian«
“ aaaaaaahhhhhhhhhhhh« nggak ada inspirasi !! “ teriakku yang berhasil membuat Septy menatapku sinis.
Kaget dia. Tebakku. Saat itu yang terlintas di benakku hanya pengalaman
bulu mataku yang terbakar. Aku hampir saja membuat cerpen tentang itu
kalau saja bayangan tentang seseorang yang akan menertawakanku sampai
terduduk tidak muncul di benakku. Siapa lagi kalau bukan Aulia, ketua
kelasku yang menderita kelebihan hormone usil itu.
Aku pun Depresi Kronis. Hei, tentu saja tidak separah itu. Reflex aku menoleh ke jajaran bangku seberang, dekat jendela.
“ eh gimana kalau cerpenya tentang Lee Min Hoo, actor Korea yang tampan
itu ?? “ terdengar bisik seorang yang langsung disambut anggukan
teman-teman sekitarnya.
Dasar, cewek-cewek yang tidak cinta produk dalam negeri, pikirku. Aku
melanjutkan acara “tengok-menengokku”. Kali ini bangku belakang kursiku
targetnya.
“ ssssst,mau nulis cerpen tentang apa?? “ tanyaku untuk yang entah keberapa kalinyadalam menit-menit terakhir ini.
“ tar aja deh nulisnya, belajar matematika dulu, kan setelah ini
ulangan. “ jawab Renny yang disambut senyuman Disha. Berdosalah mereka
karena tidak melaksanakan amanat tugas. Kataku dalam hati.
“ mati deh, gak selesai-selesai nih cerpen kalau gini caranya. “ Umpatku kesal.
Aku bersemedi kali ini. Beberapa anak terdengar berteriak, yang lainnya
tertawa terbahak-bahak. Keadaan kelas menjadi semakin gaduh, tapi itu
tak membuatku bergerak dari posisiku.
Tiba-tiba..
“ ah itu dia !! “ sekali lagi Septy kaget dengan suksesnya, karena
teriakanku. Kenapa aku tidak membuat cerpen tentang mereka saja ??
kenapa tidak terpikir dari tadi?? bukankah itu ide yang bagus ?? Empat
kata. “Aku berhasil mendapatkan ide”.
Sekarang kalian mengerti kan kenapa aku berpendapat bahwa kelasku tidak
biasa? Tepat. Karena kelasku bisa membuat anak yang tidak brilian
seperti aku menciptakan karya berinspirasi brilian seperti ini. Ya,
sekali lagi kau benar. Cerpen inilah hasil inspirasi itu..
==================
0 komentar
Posting Komentar